Rheologi

DASAR-DASAR RHEOLOGI

1. Pendahuluan
Umumnya polietilen hasil polimerisasi di plant diberi tambahan additive dan dipelletizing menjadi bentuk pellet. Pellet tersebut selanjutnya siap untuk diproses menjadi berbagai macam bentuk seperti yang diinginkan dengan menggunakan mesin fabrikasi yang cocok. Selama fabrikasi plastik tersebut banyak dipengaruhi oleh kecepatan ekstrusi, setting temperature di tiap zone, melt pressure dll, yang kesemuanya sering disebut sebagai ‘processability’. Berikut ini akan kita bahas processability polietilen dari tinjauan rheologinya yaitu ilmu yang mempelajari aliran dan perubahan bentuk polietilen dalam keadaan lelehan serta sifat-sifat alirannya.

2. Aliran dan perubahan bentuk viscoelastik
a. Kekentalan (viscosity)
Fluida adalah persenyawaan yang mengalami deformasi (perubahan bentuk) secara kontinyu jika dikenakan shear stress. Resistensi yang dikeluarkan oleh fluida terhadap beberapa deformasi disebut viscositas. Untuk gas dan beberapa cairan dengan Berat Molekul yang rendah jika pada temperature dan tekanan tertentu viscositasnya tetap maka bahan tersebut dikenal sebagai fluida Newtonian.

b. Kekenyalan (Elastisitas)
Apabila sebuah pegas diberi tegangan yang besarnya sebanding dengan strain dan kemudian dilepaskan maka momennya akan segera dikembalikan dan tegangan menjadi hilang, sifat ini disebut ‘elastis’ dan benda yang mempunyai sifat ini disebut benda elastis dan dinyatakan dalam persamaan sbb,
s = E.g
Persamaan ini terkenal sebagai hukum Hooke, dimana,
s = Stress , E = Strain, g = Modulus Young

c. Viscoelastic
Sifat dari benda yang merupakan gabungan antara viscositas cairan (yang tidak menun-jukkan sifat elastisitas) dan elastisitas dari padatan (yang tidak menunjukkan kekentalan/ viscositas) disebut viscoelastis. Polietilen adalah salah satu benda yang bersifat viscoelastis.


3. Pergeseran Fluida
Mengalirnya fluida didalam istilah teknis dikenal dengan nama geseran fluida (Shear flow).
Didalam pergeseran fluida yang tetap ada 3 hal yang perlu untuk dibicarakan
1) Tegangan geser (Shear stress)
dimana,
tyx = Tegangan geser (Shear stress)
F = Gaya
A = Luas penampang

2) Kecepatan geser (Shear rate)
dimana,
g = Kecepatan geser (Shear rate)

3) Kekentalan geser (Shear viscosity)
dimana,
m = Kekentalan geser (Shear viscosity)

Beberapa parameter yang berpengaruh terhadap Shear viscosity adalah

a. Melt Index
Melt index merupakan penggambaran/representasi dari Berat Molekul. Pada polietilen linear (tanpa percabangan rantai panjang) dengan peningkatan Berat Molekul atau penurunan Melt index maka akan terjadi penurunan pada Shear viscosity.

b. Percabangan rantai panjang (LCB)
Apabila Polietilen (PE) yang mempunyai rantai cabang panjang (LCB) dibandingkan dengan PE yang linear (tanpa LCB) maka akan terlihat bahwa PE dengan LCB mempunyai,
~ Shear viscosity yang lebih rendah
~ Kecenderungan terjadinya melt fracture yang lebih rendah pada kecepatan geser yang tinggi
~ Konsumsi tenaga ekstrusi yang lebih rendah

4. Model-model fluida
Fluida mempunyai sifat-sifat spesifik yang umumnya memenuhi model-model seperti berikut
a. Model Newtonian
Contoh fluida yang memenuhi model ini adalah Air
Persamaan yang berlaku adalah
dimana :
tyx = shear stress
dVx/dy = shear rate
m = viskositas

b. Model Bingham
Contoh fluida yang memenuhi model ini adalah Pasta gigi
Persamaan yang berlaku adalah
dg syarat ltyxl > to

c. Model Perpangkatan (Power Law)
Contoh fluida yang memenuhi model ini adalah Polymer
Persamaan yang berlaku adalah
jika :
¨ n = 1 Newtonian dimana m=m
¨ n <> 1 Dilatant

5. Sifat bentuk lelehan
a. Swell Ratio
Disamping MI dan HLMI, sifat bentuk lelehan lain yang penting untuk Polietilen adalah swell ratio. Swell ratio ditentukan dengan mengukur diameter extruded yang sudah dingin yang keluar dari orifice pada waktu mengukur MI atau HLMI. Swell ratio digunakan sebagai index elastisitas lelehan. PE mempunyai kecenderungan semakin lebar Distribusi Berat Molekulnya dan semakin banyak jumlah cabang rantai panjangnya maka swell rationya semakin besar.

b. Melt fracture
Melt fracture terjadi jika polietilen diextrude pada kecepatan geser yang tinggi sehingga menyebabkan produk mempunyai permukaan yang tidak halus, bentuk tidak teratur dan extrusion tidak stabil. Melt fracture akan merusak kenampakan bentuk produk. Melt fracture dapat diukur dengan alat rheometer, atau mudahnya melt fracture dapat dilihat secara langsung pada permukaan lelehan yang sudah dingin. Tegangan yang menyebabkan terjadinya melt fracture disebut ‘tegangan geser kritis’ (sC) dan kecepatan geser pada waktu itu ‘kecepatan geser kritis’ (gc). Sementara hubungan antara tegangan geser kritis dan kecepatan geser kritis adalah
gc = sC / h
Kecepatan geser kritis dapat dinaikkan pada temperature yang sama yaitu dengan menurunkan viscositas lelehan (h) secara khusus, hal ini dapat dilakukan dengan meperlebar Distribusi Berat Molekulnya.

c. Melt Tension
Melt tension adalah tension/tegangan dari resin pada keadaan meleleh (bentuk extruded) dari orifice pada beban konstan, pengukuran dilakukan dengan menarik extruded pada kecepatan konstan. Melt tension merupakan fungsi MI atau Swell ratio dan nilainya akan meningkat seiring dengan pertambahan viscositas dan elastisitas. Secara khusus semakin rendah MI atau semakin lebar Distribusi BM nya maka semakin besar nilai melt tensionnya.

d. Draw Down
Batasan draw down paling seering digunakan pada pemrosesan pelapisan (coating process) untuk HDPE gejala ini ditunjukkan oleh exrtuded parison dari blow molding yang jatuh karena adanya gravitasi. Apabila harga draw down tinggi maka akan mengakibatkan distribusi tebal tidak merata pada sisi sebelah atas dan bawah dari produk. Hal ini menjadikan masalah pada pembuatan produk berukuran besar yang mana parison menjadi berat, draw down sangat erat berhubungan dengan melt tension

e. Spinnability
Hampir ada kemiripan antara melt tension dan spinability, melt tension merupakan besarnya tension dari resin dalam keadaan lelehan yang keluar dari orifice pada kecepatan pembebanan yang tetap. Sedangkan spinability adalah kecepatan untuk memutus resin jika ditarik pada percepatan yang tetap. Spinability sangat berguna pada industri monofilament, yaitu untuk mengetahui kecepatan pemrosesan tertinggi.

Pembuatan film PE

PROSES PEMBUATAN FILM PLASTIK PE
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan produk film yang baik:
1.1. Mesin ekstrusi
1.2. Kondisi Pemrosesan
1.3. Bahan baku

1.1. Mesin ekstrusi
Dengan pemilihan jenis mesin ekstrusi yang tepat diharapkan akan didapat
1.1.1. Output yang tinggi
1.1.2. Penggunaan listrik yang yang rendah
1.1.3. Kemampuan pencampuran yang merata

Secara umum mesin extrusi untuk pembuatan film terdiri dari:
a. Hopper
Berfungsi sebagai penampung resin yang akan diumpankan kedalam extruder. Biasanya dilengkapi dengan magnet untuk pengaman dari pengotor logam.
b. Screw
Berfungsi sebagai tempat pelelehan (melting), pencampuran (mixing) dan sebagai pendorong lelehan polimer ke cetakan (die).
Umumnya screw terbagi dalam 3 daerah yaitu:
b.1. Daerah pengumpan (feeding zone)
Memiliki alur lekuk yang yang dalam. Resin yang dimasukan dari hopper bergerak maju pada alur lekuk screw yang dalam sambil dipanaskan sehingga meleleh.
b.2. Daerah kompresi (compression zone)
Memiliki alur lekuk yang runcing yang menghubungkan daerah pengumpan dan daerah pendorong. Di daerah ini resin akan meleleh dengan sempurna dan ditekan sehingga bergerak ke daerah Pendorong.
b.3. Daerah pendorong (metering zone)
Memiliki alur lekuk yang dangkal. Lelehan resin yang sudah meleleh sempurna akan terdorong menuju die dengan jumlah tetap.

c. Film die
Berfungsi sebagai pengatur lelehan polimer sebelum menjadi balon.Hal yang perlu diperhatikan:
c.1. Lebar celah Die (Die lip gap)
Banyak berpengaruh terhadap ketebalan dan kualitas permukaan film yang akan dihasilkan.
c.2. Diameter Die
Berpengaruh terhadap ukuran balon yang bisa dihasilkan secara optimal.

d. Ring udara pendingin
Berfungsi untuk mendinginkan lelehan polimer yang sudah berbentuk balon. Jumlah udara pendingin menentukan tinggi rendahnya garis frost yang juga menentukan kualitas film yang dihasilkan.

e. Colapsing frame (pelipat balon)
Berfungsi untuk melipat balon sehingga didapat lebar film sesuai dengan yang diinginkan.

f. Niproll
berfungsi untuk menarik dan juga mengontrol tebal film

g. Winder
Berfungsi untuk menggulung hasil film.

1.2. Kondisi Pemrosesan
Untuk mendapatkan film dengan kualitas kekuatan fisik yang tinggi, maka kondisi pemrosesan sangat penting untuk diperhatikan.Beberapa variable proses yang penting untuk diperhatikan

1.2.1. Temperature ekstrusi
Temperature ekstrusi yang terlalu tinggi selain tidak efisien juga berpengaruh terhadap sifat film yang dihasilkan, sedangkan bila terlalu rendah kerja screw menjadi berat bahkan bisa patah.

1.2.2. Rasio tiupan balon (Blow-Up Ratio/BUR)
Adalah merupakan perbandingan antara diameter balon dengan diameter luar die.

1.2.3. Tinggi garis Frost (Frost Line Height)
Tinggi garis frost adalah Jarak garis frost (saat lelehan polimer menjadi padat) terhadap die.

1.2.4. Kecepatan tarikan (Take Up Speed)

1.2.5. Stabilizer
Berfungsi untuk menstabilkan balon. Untuk mendapatkan balon yang stabil maka permukaan lelehan balon harus bersentuhan dengan permukaan stabilizer.

1.3. Bahan BakuFaktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas produk film adalah

1.3.1. Melt Index
1.3.2. Kerapatan (Density)
1.3.3. Additive

1.3.1. Melt Index
Nilai Melt Index merupakan gambaran berat molekul dari polimer dan banyak berpengaruh terhadap kondisi pemrosesan serta sifat fisik film yang didapat.

1.3.2. Kerapatan (Density)
Merupakan gambaran jumlah kristal dari molekul polimer. Semakin besar kerapatan semakin besar pula jumlah kristal polimernya.Density banyak berpengaruh terhadap sifat fisik dari produk film.
1.3.3. AdditivePenambahan Additive berfungsi untuk meningkatkan sifat produk film sehingga menjadi lebih baik. Additive yang sering ditambahkan kedalam HD film antara lain adalah Antioksidan, Pelumas (Lubricant) dan penetral asam (Acid neutralizer).

MW & MWD Polimer

1. Berat Molekul Rantai polimer terdiri dari ribuan atom karbon yang sulit ditentukan secara tepat berapa berat molekulnya, karena polimer terdiri dari banyak rantai yang masing-masing mempunyai berat molekul dalam rentang nilai tertentu.Biasanya berat molekul polimer dinyatakan dalam satuan berat molekul rata-rata.

2. Distribusi Berat Molekul (MWD)Rentang nilai berat molekul biasanya bervariasi dan menunjukkan distribusi berat molekul polimer tersebut. Distribusi berat molekul banyak berpengaruh terhadap sifat mekanik dan panas polimer tersebut.Secara umum distribusi berat molekul dibagi dalam dua kelompok, yaitu :

2.1. Broad molecule weight distribution: Berat molekul polimer yg tersebar dalam rentang nilai yang relatif lebar.

2.2. Narrow molecule weight distribution: Berat molekul polimer yg tersebar dalam rentang nilai yang relatif sempit.Dalam reaksi polimerisasi distribusi berat molekul merupakan sesuatu yang harus dikontrol sehingga polimer yang dihasilkan dapat memenuhi sifat-sifat yang diinginkan. Secara langsung distribusi berat molekul ini jarang ditentukan, biasanya diukur secara tidak langsung melalui pengukuran-pengukuran seperti : Viskositas (kekentalan) larutan (bila polimer dilarutkan dalam pelarut maka akan terjadi kenaikan viskositas larutan). Angka viskositas berbanding lurus dengan berat molekul polimer, dimana makin tinggi nilai viskositas maka makin besar berat molekul polimer tersebut.

Waktu

Waktu berlalu ternyata sangat cepat, baru kusadari sekarang tetapi semuanya sudah lewat begitu saja, masih terbayang saat 20 th yg lalu dimana masa-masa awal kuliah, masa-masa main, tidak terpikir akan seperti apa sih masa depanku nantinya. eh ternyata seperti ini dan begini.

Jalan hidup

Memang jalan hidup harus kita tetapkan sendiri apakah akan tetap seperti existing atau akan kita rubah, kita sendirilah yang menentukan sendiri seperti sekarang ini sudah banyak teman2 yg pada pergi ke Middle East untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Mudah2an mereka menemukan apa yang selama ini mereka cari dan tentu saja perlu pengorbanan yang besar.